Flashback Cat. Masa SMA

(29 Februari 2008) Jumat-Bukan pembahasan suatu topik- (Walaupun lama kelamaan akan membahas suatu topik juKali ini aku ingin menyombongkan diri (walaupun ada banyak orang yang lebih hebat dalam membaca cepat daripada aku). Baru saja aku selesai membaca buku “Inside The Death Camp” (kisah nyata anak- anak penghuni kamp konsentrasi NAZI) yang kupinjam dari perpustakaan sekolah pada jam istirahat (10.30) dan kuselesaikan membacanya (diselingi mengikuti pelajaran di kelas) pada jam 13.10 (pulang PM) berhalaman 127 Hal.
Aku memang tidak tahu banyak tentang National sozialische, maka dari itu kupikir dengan membacanya, aku setidaknya bisa fasih tentang NAZI. Karena ku akui aku sudah membaca 2 buku termasuk biografi Adolf Hitler. Tapi setiap selesai atau sehabis membaca justru semakin banyak saja pertanyaan yang muncul. Selama ini aku tidak pernah membaca buku yang sempurna (atau mungkin belum menemukannya?), dan hal itu membuat rasa “sudah tahuku” jadi semakin menjauh. Apalagi setelah membaca I.T.D.C, bertambah pulalah pertanyaanku (yang tidak tau, ingin kutanyakan pada siapa).
Kenapa ya? Buku-buku sejarah terkadang memiliki banyak sekali kekurangan, (padahal yang namanya buku tentang “History” harus akurat,jelas, plus bikin puas)
Satu hal, aku ingin mengetahui bagaimana nasib Rudy, Pinchus, Ben Stem, Bluma Goldberg selanjutnya (para penghuni camp Auschwitz), setelah menulis cat.nya yang tertulis di I.T.D.C ;
Lalu, selanjutnya akan kujabarkan saja,
HOLOCAUST
Perdebatan tentang Holocaust
Holocaust atau pemusnahan masal terhadap ras yahudi, gypsi, slavia dan bangsa soviet oleh NAZI Hitler, merupakan episode sejarah yang kelam. Hingga detik ini pun, Holocaust di Eropa pada era kegelapan (ketika Hitler berkuasa), masih menyisakan sejumlah implikasi . terutama, kini yang menjadi bahan perdebatan, adalah berapa? Jumlah sebenarnya dari kekejaman Hitler. Benarkah 6 juta Yahudi dibantai selama NAZI merajalela di Eropa? Nampaknya perdebatan itu hanya mencakup angka statistik. Memang harus diakui, besarnya skala pembantaian terhadap yahudi menjadi pemicu bagi Amerika Serikat (sebagai pihak yang menang dalam PD II) untuk meletakan landsan bagi kemerdekaan Israel. Dari sisi politis, pertanyaan presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad , memang perlu direnungkan bersama. Kalau bangsa Eropa yang membuat yahudi kehilangan ruang hidupnya, mengapa timur tengah yang harus menanggung akibatnya? Mengapa Israel harus stand-up di wilayah rawan konflik dengan bangsa-bangsa Arab?
Namun, Holocaust dikenang bukan hanya semata-mata nilai politiknya saja. Holocaust menurutku tragedi kemanusiaan yang harus dicegah agar tidak terjadi lagi di masa mendatang (pada apapun itu).
Nilai sejarah dari tragedi tersebut bukan hanya terletak pada angka-angka statistik yang “Bombastis”, melainkan pada aspek “pemerkosaan” terhadap hak hidup seseorang.
Dari sudut pandang ini, jelas bahwa solusi Holocaust juga tidak boleh melanggar hak hidup bangsa non-yahudi, dan alangkah bijaksananya jika kita bisa belajar dari masa lalu bangsa kita yang buruk, dan tidak mengambil keuntungan dari hal tersebut, tidak melebih-lebihkan kenyataan buruknya, serta menjadikannya sebagai tameng agar orang lain mengasihani, sehingga mereka menjadi buta pada sesuatu hal yang terjadi sesungguhnya.
Sumber/resource: “Inside The Death Camp” ; Stephane Browning
Setelah semua perdebatan ini, berapa kali lagi harus membaca? (untuk mendapatkan jawaban tersebut). Jika kuteruskan lagi hingga mungkin bisa bertumpuk-tumpuk buku, justru yang kutakutkan, “apakah” yakin pemahaman yang akan muncul? Bukan pertanyaan-pertanyaan kembali?

Komentar

Posting Komentar